Foto pelajar Indonesia di Sumatera Barat yang dimuat oleh telegraph (foto: telegraph/panjalu images)
Bertaruh Nyawa Untuk Berangkat Ke Sekolah - Sobat Teen barangkali banyak yang malas bangun pagi untuk ke sekolah. Membayangkan macet atau jarak sekolah sekitar 30 menit yang dirasa lama atau malah hanya karena masih mengantuk. Tapi beberapa Sobat Teen lain malah berangkat penuh semangat, bahkan rela menempuh jalan yang sulit, penuh bahaya dan jauh demi bisa sekolah. Bahkan rela bawa bangku sendiri ke sekolah loh.
Ini beberapa Sobat Teen dari beberapa negara, termasuk Indonesia yang bersusah payah mencapai sekolah.
- Anak-anak desa Genguan di Provinsi Guizho Cina harus menyusuri pinggiran gunung buat mencapai sekolah menengah Banpo. Jangan bayangkan jalan lebar, jalan yang harus mereka lalui adalah jalan setapak yang lebarnya kurang dari 0,5 meter. Mereka harus jalan ekstra hati-hati karena salah-salah bisa jatuh ke jurang.
- Masih di Cina, sekolah yang berada di ketinggian membuat anak-anak di Gangluo County Provinsi Sinchuan Cina harus naik tangga rotan. Jauhnya perjalanan serta jalur yang berbahaya membuat mereka biasanya menginap untuk sekolah, lalu pulang lagi ke rumah pada akhir pekan. Jalur yang sulit penuh bahaya juga bisa di temui di beberapa desa di Cina lainnya.
- Tak usah jauh-jauh cari contoh lain. Di Pintu Gabang, Sumatera Barat sekitar 20-an anak yang ingin sekolah ke kota Padang harus melewati jembatan gantung yang hanya bersisa tali saja. Tinggi jembatan sekitar 30 kaki atau lebih dari 9 meter. Mereka harus pandai-pandai berjalan diatas tali, persis seperti pemain sirkus. Selain lewat jembatan maut itu, anak-anak ini harus melewati hutan.
- Anak sekolah di Desa Suro dan Plempungan di wilayah Boyolali dan Karanganyar terbiasa menggunakan saluran air sebagai jembatan untuk ke sekolah. Saluran air itu memang mirip jembatan dan berada diatas sungai. Mereka menginjak satu papan yang ada diatas saluran air itu dengan hati-hati agar tak jatuh.
- Anak sekolah di Macheng, Provinsi Hubei Cina harus membawa bangku dan kursi sendiri bila ingin sekolah. Ini terjadi karena jumlah bangku sekitar 2000 buah tak mencukupi karena siswa mencapai 5000 orang.
[
sumber]