BLSM Rp 150 Ribu Tiap Bulan, Orang Miskin Bisa Beli Apa? - Meskipun menjadi kontroversi dan penolakan keras dari berbagai elemen masyarakat. DPR telah sepakat dan mengesahkan RAPBN Perubahan tahun anggaran 2013.
Dalam Undang-Undang tersebut, pemerintah memasukkan postur kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Sebagai dampak kenaikan BBM, pemerintah juga mengalokasikan dana kompensasi rakyat miskin, atau yang dikenal dengan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Pemerintah akan memberikan dana kompensasi sebesar Rp 150 ribu tiap bulan kepada per kepala keluarga. Namun, kebijakan ini dinilai sebagai kebijakan yang seenaknya tanpa pertimbangan matang.
Dengan uang Rp 150 ribu tiap bulan, sementara harga kebutuhan pokok melonjak naik, transportasi naik, efektifkah uang kompensasi bagi warga miskin?
Pengamat Politik Andrinof A Chaniago mengatakan, tidak setuju dengan kebijakan program BLSM pasca harga BBM naik. Setelah DPR ketuk palu menyetujui RAPBN-P tahun 2013 semalam, sejak itu pula harga kebutuhan pokok di pasaran melonjak naik. Sementara, lanjut dia, dana BLSM tidak mungkin turun dengan cepat.
"Dari awal saja sudah bermasalah, siapa yang bertanggung jawab tentang pengeluaran tinggi rakyat miskin sebelum dana BLSM itu cair? Paling cepat uang itu sampai satu bulan setelah BBM naik," jelas Andrinof kepada merdeka.com, Selasa (18/6).
Andrinof pun mengaku tidak habis pikir dengan kebijakan pemerintah yang ngotot akan menaikkan harga BBM hingga 30 persen. Padahal, kata dia, masih ada cara lain untuk menyelamatkan inflasi sebagai dampak kenaikan BBM tanpa harus membagikan dana BLSM.
Dia menjelaskan, dengan kenaikan sebesar 30 persen secara otomatis premium akan naik hingga Rp 6500 per liter. Sementara solar naik menjadi Rp 5500 per liter. Hal ini, lanjut dia, masih bisa ditekan tanpa harus membagikan BLSM.
"Dengan kenaikan total pemerintah mendapatkan Rp 77 triliun, dikurangi dana kompensasi sebesar Rp 31 triliun, sisa Rp 46 triliun. Para birokrat juga harus menghabiskan waktu untuk kebijakan ini sampai 5 atau 6 bulan. Itu pasti ada dampak ekonomisnya," tegas dia.
Bandingkan, lanjut dia, jika pemerintah hanya menaikkan harga BBM sesuai dengan kemampuan masyarakat, maksimal sebesar 15 persen dan tidak perlu membagikan dana BLSM kepada rakyat miskin.
"Harga solar dan premium sama Rp 5500, total pemerintah hemat Rp 38 triliun. Gunakan Rp 5 triliun untuk operasi pasar dan lainnya masih untung Rp 33 triliun. Tanpa harus membagikan BLSM yang membuang dan membuat pekerjaan baru para birokrat," imbuhnya.
Karena itu, dia menilai, ngototnya pemerintah untuk menaikkan harga BBM sebesar 30 persen dan membagikan BLSM sangat bermuatan politis. "Ekonom pemerintah kita terlalu konvensional. Patut diduga, ada motif politik dari pembagian dana kompensasi menjelang pemilu," tutur dia.
Andrinof juga berpendapat, dana kompensasi senilai Rp 150 ribu tiap bulan bagi rakyat miskin memang akan sedikit menekan inflasi yang terjadi. Akan tetapi, tambah dia, siapa yang bertanggung jawab akan pengeluaran warga sebelum dana itu cair.
"Memang akan sedikit menekan inflasi, tapi kalau sekarang harga kebutuhan sudah naik, dana kompensasi belum turun. Siapa yang akan bertanggung jawab? Pemerintah terlalu seenaknya membuat kebijakan," tandasnya.[tyo]
[
sumber ]