Kisah Mahasiswa Indonesia Di Mesir Saat Terjadi Pembantaian - Di tengah gelombang kerusuhan yang menewaskan ratusan warga Mesir, sekitar 6 ribu warga negara Indonesia yang mayoritas mahasiswa memilih bertahan di apartemennya masing-masing. Mereka bertahan di apartemen tak bergerak ke mana-mana. Persiapan makanan sudah dikumpulkan jauh-jauh hari.
Mereka tidak ikut turun ke jalan mencampuri persoalan politik di negeri piramida tersebut. Hal ini disampaikan seorang mahasiswa Universitas Cairo, Gazali Sirajang saat dihubungi detikcom, Jumat (16/8).
"Saat ini belum ada tindakan evakuasi dari KBRI, saat ini kami bertahan dalam kondisi aman di apartemen masing-masing, kami hanya diimbau untuk tidak terlibat aksi massa dan menghindari lokasi pusat aksi dan konsentrasi massa seperti lapangan Tahrir, Rabeyah Al-Adawiyah, University Cairo serta gedung kantor televisi dan radio," ujar mahasiswa jurusan Teknik Universitas Cairo asal Makassar ini.
Menurut Gazali, saat bentrokan antara polisi anti huru-hara pemerintah Mesir dengan ribuan pendukung mantan Presiden Mohamed Morsi terjadi, jarak lokasi kerusuhan berdarah di Rob'ah dengan apartemen mahasiswa Indonesia hanya sekitar 3 kilometer.
Mahasiswa Indonesia memilih berlindung di asrama dan apartemennya masing-masing di tengah deru suara tembakan militer Mesir.
"Hari Jumat ini kami diminta KBRI tetap waspada dan tetap menjaga kekompakan sesama WNI, tidak ikut mencampuri masalah politik dalam negeri Mesir, terkait adanya himbauan dari tokoh Ikhwanul Muslimin Syekh Yusuf Qordowi yang mengajak seluruh warga Mesir kembali turun ke
jalan memprotes pemerintah Mesir saat ini," pungkas Gazali.
Pertumpahan darah pada Rabu, 14 Agustus bermula ketika aparat polisi Mesir bergerak untuk membersihkan kamp-kamp demonstran pendukung presiden terguling Mohamed Morsi di Kairo. Dalam operasi itu, polisi antihuru-hara melepaskan gas air mata dan menembaki para demonstran.
Menurut pemerintah Mesir, 525 orang tewas dalam bentrokan berdarah itu. Namun menurut kelompok Ikhwanul Muslimin, jumlah korban tewas mencapai lebih dari 2 ribu orang dan melukai sekitar 10 ribu orang lainnya. Kekerasan ini merupakan yang terburuk di Mesir sejak perang dengan Israel pada tahun 1973.
[
sumber ]