Tiga Pengakuan mereka yang pernah dipalak MK - Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Non-Aktif Akil Mochtar oleh KPK terkait dengan kasus suap membuat beberapa orang yang pernah berperkara di MK angkat bicara. Seolah, kemenangan mereka selama berlangsungnya pemilihan kepala daerah telah dirampok dalam putusan MK.
Suap di MK yang semula dianggap rumor, meruntuhkan wibawa MK dengan tertangkapnya Akil. Kejadian itu memunculkan beberapa suara dengan mengaku pernah dihubungi pihak yang mengaku dari MK, serta meminta uang agar bisa menang berperkara.
Mereka adalah Rieke Diah Pilatoka dalam sengketa Pilgub Jawa Barat, Sarimuda dalam kasus Pilwali Kota Palembang, Sumatera Selatan dan Irwan H Daulay dalam gugatan Pilbup Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Berikut pengakuan mereka seperti yang dirangkum merdeka[dot]com:
1. Sarimuda
Mantan Wali Kota Palembang, Sumatera Selatan Sarimuda mengaku ada pihak MK yang menghubungi meminta menyiapkan uang saat berlangsungnya sengketa Pilkada Palembang 2013. Hal itu dikatakan Sarimuda pada (4/10) atau sehari setelah Akil Mochtar ditangkap KPK.
Sarimunda menjelaskan, pihak yang mengaku itu dari MK memintanya agar menyiapkan uang sekitar Rp 15 sampai Rp 20 miliar untuk memenangkan perkara. Tapi dia menolak permintaan itu dengan alasan tidak ada uang. Dia mengabaikan permintaan itu karena merasa sudah menang.
Namun setelah keputusan MK keluar dia merasa, permintaan itu dia anggap indikasi menang di MK harus memberikan uang. Selain itu Sarimuda yang menilai banyak kejanggalan terhadap putusan MK terhadap Pilkada Palembang 2013. Menurut Sarimunda, kekalahannya dalam sengketa di MK itu karena adanya suap dan saat itu dia yakin akan akan terbukti.
2. Irwan H Daulay
Pada Minggu (6/10) Mantan Calon Bupati Mandailing Natal, Sumatera Utara Irwan H Daulay, menuding Mahfud MD menerima suap Rp 3 miliar saat menangani kasus sengketa Pilkada Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 2010. Irwan mengaku sudah melaporkan hal itu ke KPK.
Bahkan Irwan menuding penyimpangan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) mulai terjadi pada masa kepemimpinan Mahfud MD. Menurut Irwan, putusan MK mencurigakan dalam sengketa Pilkada Mandailing Natal 2010 lalu. Saat itu MK masih dipimpin Mahfud MD.
Tak terima dengan tudingan itu, Mahfud membantah telah menerima suap saat menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi. Ia bahkan menantang pihak-pihak yang menudingnya untuk membuktikannya. Bahkan Mahfud siap dihukum berat jika terbukti.
"(Siap) potong tangan dan potong leher," kata Mahfud di Gedung KPK Jakarta, Senin (7/10).
3. Rieke Diah Pitaloka
Setelah KPU Jawa Barat menetapkan pasangan Ahmad Heryawan dan Dedi Mizwar sebagai pemenang Pilkada Jawa Barat. Pasangan Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki langsung mengajukan gugatan terhadap MK akan adanya kecurangan dalam pilkada itu. Dalam putusan MK saat itu gugatan yang diajukan Rieke ditolak oleh MK.
Saat proses persidangan masih berlangsung, Rieke mengaku orangnya sempat dihubungi oleh seorang yang mengaku dari MK untuk memberikan uang sekitar Rp 20 miliar agar bisa memenangkan gugatan. Rieke mengaku, saat diberitahu hal itu dia langsung menolak permintaan itu.
"Enggak langsung ke saya, katanya sekitar Rp 20 M. Waktu disampaikan ke saya permintaan tersebut, saya bilang kalau 20 ember saya punya," kata Rieke di Kantor DPP PDIP Jakarta, Rabu (9/10).
Rieke menolak tawaran itu dengan alasan tidak mau menang dengan cara menyuap. Menurutnya resiko suap terlalu besar.
"Saya tahu Ibu Mega pasti tidak mau menggunakan cara-cara seperti itu. Pesan beliau, kalau harus bayar-bayar segala, mending tidak usah menang. Saya sependapat dengan Ibu Mega, saya tidak ingin menang dengan cara yang tidak benar. Kemenangan yang transaksional akan melahirkan pemerintahan yang transaksional," ujar Rieke. a
[
sumber ]