- Fenomena Jokowi saat ini sangat luar biasa dan tidak ada pernah ada yang menduga seperti ini. Berbagai survey menepatkan bahwa Jokowi melejit nomor wahid tokoh paling disukai rakyat dalam melanggeng meraih kursi presiden. Selama ini sebagian masyarakat bahkan para pengamat mengatakan bahwa fenomena itu lahir karena Jokowi rajin blusukan, merakyat, jujur, dukungan peranan media, kaderisasi partai yang baik, krisis kepemimpinan atau buruknya kepemimpinan saat ini. Benarkah Jokowi disukai rakyat karena merakyat dan jujur?
Bila mencermati sejarah bahwa calon pemimpin itu akan lahir dari popularitas alamiah. Popularitas itu terjadi karena karisma sebuah karunia dari Sang Sutradara Alam. Bila dicermati ternyata faktor sikap merakyat, jujur, dukungan peranan media, kaderisasi partai yang baik tampaknya bukan faktor utama pendukung kehebatan fenomena Jokowi. Bila dipelajari sejarah meroketnya Jokowi dan terpilihnya para pemimpin negeri ini sebenarnya faktor karisma adalah hal utama bila dibandingkan faktor lainnya. Karismatik Jokowi inilah yang menjadi modal luar biasa dalam melenggang meraih RI 1.
Merakyat
Benarkah presiden sebelumnya atau Jokowi, dipilih rakyat karena merakyat dan jujur ? Meski rekam jejak Jokowi rajin blusukan dan merakyat, tetapi tampaknya hal itu bukan faktor utama rakyat menyukainya. Bila mempelajari sejarah pemimpin negeri ini tampaknya karisma pemimpin adalah faktor utama dalam mencetak figur pemimpin negeri ini. Faktor merakyat dan jujur ternyata bukan jaminan seseorang dapat diangkat sebagai pemimpin.
Bila dicermati pengalaman sejarah saat SBY meraih suara terbanyak dalam Pilpres dua kali nperiode bertutut-turut bukan karena SBY merakyat. Tetapi karena karismatik SBY. Dibalik kehebatan SBY saat itu karisma SBY yang paling mendominasi. Dengan tampilan yang kalem, cerdas dan fisik yang menarik berhasil menggaet dominasi suara rakyat. Apakah saat itu SBY penampilannya merakyat ? Saat itu SBY justru lebih ekslusif dan elitis dibandingkan Megawati. Tetapi justru SBY mengalahkan Megawati dengan mutlak. Bahkan Megawati telah dinobatkan dan menobatkan diri sebagai suara rakyat bawah. Padahal saat itu penampilan Megawati selalu banyak blusukan ke rakyat bawah dan dalam setiap ucapannya selalu didominasi demi rakyat dan peduli rakyat.
Jujur
Tampaknya Jokowi terlalu bersih untuk dicari rekam jejak dalam bidang korupsi. Semakin lama orang mencari rekam jejak korupsi Jokowi maka semakin lelah tenaga orang itu. Tampaknya rekam jejak Jokowi sangat putih dan mulus. Dosa politik dan dosa korupsi tampaknya jauh dari cerita sepak terjang Jokowi selama ini. Selama menjabat walikota Solopun Jokowi terkenal disiplin dan tegas soal korupsi. Jokowi harus hati-hati dalam rekayasa ataupun jebakan Batman yang akan ditebar oleh lawan politiknya yang sudah mulai kepanasan itu. Mungkin memang benar Jokowi adalah seorang pemimpin yang dianggap kjujur karena rekam jejaknya selama tampaknya selalu putih. Tetapi benarkah pemimpin dipilih hanya sekedar karena jujur ? Benarkah saat itu Soekarno, Soeharto, Habibie disukai rakyat karena kejujurannya. Saat SBY dipilih rakyat dengan mutlak selama dua kali bertutut-turut juga bukan karena sosok SBY karena lebih jujur, lebih bermoral, lebih agamis. Buktinya calon yang berlabel lebih agamis dengan konotasi jujur dan lebih bermoral seperti Amin Rais, Hasyim Muzadi pun dengan mudah dikalahkan SBY saat itu.
Karena anugerah karisma
Fenomena Jokowi bisa jadi karena anugerah karisma untuk menjadi pemimpin. Faktanya para pemimpin negeri ini terpilih juga karena karismatiknya. Tampaknya bila analisa, sulit dijelaskan dengan pandangan ilmiah apapun. Karisma adalah cahaya seseorang yang tak ternilai dengan materi. Karisma adalah energi yang tak terlihat tetapi memberi dampak nyata. Sehingga bila ditinjau dengan kaidah ilmiah apapun maka sulit dapat dilihat pembenarannya. Orang yang karismatik seperti itu mampu menjadi pusat perhatian yang begitu dikagumi banyak orang, padahal penampilan mereka tak berbeda dengan kebanyakan orang dengan kemampuan yang sama bahkan lebih rendah. Karisma itu merupakan bakat alamiah yang merupakan anugerah sang Pencipta.
Tangan Tuhan sebagai sutradara kehidupan tanpa disadari akan ikut bermain yang tidak dapat dikalahkan oleh kekuatan apapun. Demikian juga Jokowi dengan karismanya, anugerah sang Pencipta akan membuatnya menjadi manusia paling sempurna di mata rakyatnya dibanding para kandidat lawan politiknya. Saat dalam Pilkada Gubernur DKI, dengan karismanya maka setiap langkah, ucapan dan gerak tubuh Jokowi dianggap sempurna dan dianggap benar. Setiap senyuman Jokowi padahal bisa juga karena karakter anatomis wajahnya meski tidak tersenyum, tidak tulus dan terlalu lelah sering dianggap senyuman paling tulus dan dari hati yang paling dalam. Sebaliknya seandainya Foke tersenyum meski senyuman itu ditujukan untuk ibunya tetapi tetap dianggap senyum pura-pura dan penuh kemunafikan. Setiap prestasi yang standard dari Jokowi selalu saja dianggap hebat, tetapi setiap prestasi hebat Foke membangun Jakarta seringkali dianggap biasa bahkan tidak berprestasi. Benar atau salah ucapan dari mulut Jokowi selalu dianggap benar dan sesuatu yang baru. Tetapi ucapan Foke meski merupakan substansi yang berkualitas dan benar pasti akan dianggap salah atau sesuatu yang usang. Bila tangan Tuhan yang sangat canggih bekerja maka seringkali sulit diterima oleh akal sehat manusia.
Memang menjadi tidak rasional bila Foke yang sudah sangat berpengalaman membangun Jakarta, mempunyai gelar atau keahlian membangun Jakarta dan didukung dana yang sangat besar serta partai pendukung yang sangat hebat tetapi tetap kala oleh Jokowi yang sederhana dan “lebih miskin dibandingkan Foke. Fenomena itu tampaknya menjadi tidak rasional bila hanya dilihat dari aspek sosial, politik dan hitungan-hitungan matematika yang paling canggih. Hal inilah yang akan terjadi bila tangan Tuhan ikut bermain dalam kehidupan masyarakat jakarta. Hal inilah yang sangat luarbiasa sebuah anugerah dari Sang penguasa Kehidupan.
Apapun tindak tanduk seorang yang berkarisma adalah selalu benar meski bila dicermati sebagai manusia biasa selalu saja ada beberapa dosa kepemimpinan atau dosa politik yang dibuat. Coba saja dicermati, baik buruk, salah benar Jokowi selalu saja dianggap paling benar dan paling baik. Itulah kehebatan karisma sebuah anugerah Allah. Sehingga kadang sikap berlebihan masyarakat tersebut dianggap manusiawi terhadap seorang karismatik. Kadang secara berlebihan, seorang karismatik sangat hebat bahkan dianggap sebagai dewa atau manusia setengah dewa. Itulah hebatnya karisma seseorang yang bisa membius manusia sehingga dapat mengaburkan rasio dan akal sehat manusia dalam menilai seorang Jokowi.
Ternyata Tuhan memberikan karisma bukan sekedar karena Jokowi rajin blusukan dan merakyat, jujur, dukungan peranan media, kaderisasi partai yang baik, krisis kepemimpinan atau buruknya kepemimpinan saat ini. Tetapi Jokowi adalah seorang karismatis karena menjadi manusia terpilih. Jokowi tidak punya media, seperti ARB dan Surya Paloh yang setiap detik mengobarkan iklan politiknya. Tetapi ARB dan Surya Paloh tidak bisa melesat seperti Jokowi. Kapasitas dan kapabilitas seorang Jokowipun belum tentu sehebat dan lebih berpengalaman seperti Prabowo, ARB ataupun Megawati. Fenomena Jokowi meroket juga bukan karena krisis kepemimpinan yang selalu di dengung-dengungkan para calon presiden untuk mengangkat namanya. Karena prestasi SBYpun saat ini terbilang sangat bagus. Jokowi bisa besar bukan karena sekedar blusukan. Karena dulu SBY yang sangat eksklusif dan lebih elitispun bisa mengalahkan Megawati secara telak dua kali bertutu-turut. padahall Megawati sosok yang terkenal merakyat, rajin blusukan dan selalu dalam ucapannya mengatasnamakan rakyat.
Fenomena Jokowi tampaknya adalah anugerah karisma yang membawanya menjadi popopler dan elektabilitasnya melejit. Sang Sutradara Alam tidak akan pernah salah dalam memberikan karismanya kepada pemimpin yang berkarakter, jujur, bermoral dan punya kapasitas dan kapabilitas. Kepemimpinan adalah gabungan anugerah karisma, unsur-unsur kecerdasan, sifat amanah dapat dipercaya, rasa kemanusiaan, keberanian, serta disiplin. Hanya ketika seseorang memiliki enam unsur ini menjadi satu dalam dirinya, masing-masing dalam porsi yang tepat, baru dia layak dan bisa menjadi seorang pemimpin sejati. Pemimpin tidak memimpin dengan cara menindas orang, itu kekerasan namanya, bukan kepemimpinan. Pemimpin harus cukup dekat dengan yang dipimpinnya agar bisa memahami kondisi mereka, tetapi harus cukup jauh juga agar bisa memotivasi mereka.
[
sumber ]