Inilah Tanda-Tanda Calon Pemimpin Pro-Koruptor
- PEKANBARU–`Tikus pithi anoto baris` atau `tikus pithi menata barisan`
adalah ramalan ketujuh Joyoboyo, seorang raja dari Kerajaan Kediri.
Sejauh ini, ramalan itu masih terus diuji kebenarannya.
Budayawan
Sujiwo Tejo dalam tulisannya berjudul ; `Waspadai Ramalan Ke-7
Joyoboyo` menafsirkan ramalan ketujuh Joyoboyo itu sebagai barisan
pemberontakan rakyat nusantara dari berbagai penjuru.
Namun jika
ditelaah lebih jauh, tikus yang merupakan sebuah binatang rakus selama
ini diartikan sebagai koruptor. Maka, jika digabungkan menjadi satu
kalimat atau istilah, menurut seorang dalang, ramalan ketujuh Joyoboyo
itu berarti kelompok koruptor yang berbaris menanti jatah dan
kesempatan.
Masih bingung?, seniman anti-korupsi mengistilahkan
kalimat itu sebagai suatu bentuk ketamakan manusia dalam sistem yang
kendur.
Tikus, sifatnya yang suka mencuri, gesit, rakus, kotor,
bau, dan membawa penyakit sama persis dengan sifat koruptor yang tidak
tahu malu, rakus, dan suka mencuri uang negara tanpa rasa bersalah.
Kasus-kasus
`Tikus` sejauh ini terbukti telah merasuk ke seluruh penjuru nusantara.
Tidak terkecuali di daerah yang disebut-sebut sebagai `Bumi Melayu`,
dimana langit dijunjung, disana `kue` tersedia, dan santap…!
Kondisi kronis ini sudah selayaknya diwaspadai oleh berbagai kalangan, sebut saja `Para Anti-korup`.
Kewaspadaan
itu dapat dimulai dengan memilih calon pemimpin yang anti-korupsi,
setidaknya salah satu dari mereka yang mungkin bakal meminimalisasi
sifat-sifat `Pithi`.
Dari lima calon Gubernur Riau yang telah
ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), khalayak mungkin bingung untuk
memilih, bisa jadi karena kecerdasan mereka, atau malah sebaliknya.
Mereka
yang menyebut dirinya, `Hebat`, `Aman`, `Amal`, bahkan `Lurus` dan
`Jujur Mandiri (JM)`. Namun yang jelas, tidak satupun dari pasangan ini
memiliki visi dan misi untuk memberantas koruptor. Aneh..!
Inilah
faktanya ; lima pasangan kepala daerah menyampaikan komitmenya dalam
pembangunan ekonomi Riau dengan cara optimalisasi infrastruktur,
regulasi dan pembangunan hilirisasi produk unggulan.
Komitmen
ini muncul saat rapat paripurna istimewa DPRD Provinsi Riau dalam rangka
penyampaian visi, misi dan program calon Gubernur dan Wakil Gubernur
periode 2013-2018 beberapa waktu lalu.
Pembangunan ekonomi
dengan optimalisasi infrastruktur sebenarnya sudah kerap dilakukan oleh
para pemimpin terdahulu, salah satunya Gubernur Riau HM Rusli Zainal.
Dahulu,
tujuan diselenggarakannya Pekan Olahraga Nasional (PON) juga untuk
membangun ekonomi daerah, gedung-gedung olahraga `tertanam` megah.
Namun
faktanya, kalangan legislator yang seharusnya melindungi hak rakyat,
malah terbukti bersekongkol untuk merampas hak rakyat bersama sejumlah
oknum eksekutif.
Lebih menyakitkan, gedung-gedung olahraga nan
megah itu kini menjadi seperti “sarang hantu”, tak terawat dan cenderung
menjadi lokasi mesum yang strategis.
Kasus-kasus kejahatan korupsi di masa lampau, agaknya menyebabkan traumatik yang begitu dalam bagi banyak kalangan publik.
Pengamat
politik Jakob Sumardjo menyatakan, terdapat enam jenis larangan yang
harus dihindari seorang pemimpin atau calon pemimpin untuk tidak korup.
Antara
lain ; perbuatan nista, maksiat, dusta atau bohong terhadap publik,
serta ingkar janji dan sumpah. Kemudian sifat iri hati dan pencuriga,
serta serakah.
Satu saja sifat tersebut melekat pada diri
seorang pemimpin, maka `Tikus` akan membentuk satu korporasi, penguasaan
ekonomi hanya akan dibagi pada dua golongan, mereka yang kaya raya dan
para penguasa.
Namun sebuah penelitian menemukan bahwa mereka
yang bekerja tanpa pamrih, dengan jenis kepribadian yang paling disukai,
dipandang sebagai calon yang kurang menarik untuk menjadi pemimpin dan
diabaikan untuk promosi. Kecenderungan mementingkan orang lain dianggap
sebagai tanda kelemahan. Merekalah yang sebenarnya ksatria `anti-korup`.
Penelitian, dari Kellogg School of Management, Stanford
Graduate School of Business and Carnegie Mellon University, menunjukkan
bahwa mereka dengan kepribadian ramah memang paling populer di kelompok,
tapi mereka juga dianggap lemah atau mudah ditipu. Mereka yang memiliki
perilaku yang lebih dominan dan agresif dipandang sebagai kepribadian
`alpha`.
Asisten penulis penelitian, Robert Livingston, dari
Kellogg School, mengatakan ; “Menjadi egois membuat seseorang tampak
lebih dominan dan menjadi dominan membuat seseorang itu tampak lebih
menarik sebagai seorang pemimpin, terutama ketika ada kompetisi.”
Walau bagaimana-pun, negara ini masih membutuhkan orang-orang yang berjuang, memberi tanpa pamrih.
Bangsa ini masih membutuhkan orang-orang yang optimistis akan perubahan masa depan nan cerah(antara/ija)-Bisnis-jabar.com.
[
sumber ]