Lembaga konsultan property dunia, Knight Frank menetapkan Jakarta sebagai tempat investasi properti nomor satu di dunia. Bukan sekadar peringkat teratas dalam hal investasi properti, Jakarta juga menempati peringkat satu dalam hal pertumbuhan harga rumah mewah. Penilian ini ditetapkan Knight Frank Prime Global Cities Index, sama dengan penilaian yang lebih dulu dilakukan PricewaterhouseCoopers (PwC) dan Urban Land Institute (ULI).
Jakarta mencatat kinerja mengagumkan, 38,1 persen, jauh di atas kota-kota kelas dunia lainnya seperti: Miami, Hongkong, Singapura, London, Tokyo, bahkan New York. Dari 29 kota dunia dalam Indeks Knight Frank Global Cities, Jakarta memimpin pertumbuhan harga rumah mewah selama setahun (
year on year) 2012-2013. Bahkan, dalam perhitungan persentase dilakukan pada 3 bulan pertama tahun ini, Jakarta tetap berada pada peringkat lima besar dunia bersama Monaco, Dubai, dan Los Angeles.
Meski tetap menunjukkan peningkatan sebesar 3,6 persen pada pembukaan kuartal, secara umum, harga properti premium di 29 kota global tersebut tergelincir 0,4 persen pertumbuhannya. Sebanyak delapan kota tercatat mengalami pertumbuhan dua digit, termasuk Monaco yang dilaporkan mengalami lompatan sebesar 10 persen dalam kuartal perdana 2013.
Bangkok, Miami, Dubai, dan Shanghai menemani Jakarta masuk lingkaran lima besar kota dengan kinerja terbaik. Harga properti Bangkok naik 26,1 persen dalam setahun terakhir, sementara Miami meningkat 21,1 persen. Lompatan signifikan juga dialami Dubai dengan angka 18,3 persen, dan Shanghai dilaporkan melonjak 17,4 persen.
Menurut Knight Frank, pertumbuhan harga properti perdana di Jakarta dan Bangkok tak lain karena kuatnya permintaan domestik dari kalangan kelas menengah baru yang jumlahnya juga tak kalah signifikan. Sementara, pertumbuhan harga properti di kota dunia lain, seperti Miami, dipengaruhi oleh masyarakat Amerika Latin yang membeli properti mewah. Dana tersebut mengalir dari Brasil, Venezuela dan Argentina.
Kota di Eropa dan Jepang LayuKota-kota di Eropa tetap “terbelakang” dan masih di luar gelanggang persaingan. Mereka mencatat penurunan rata-rata 2,3 persen. Sementara itu, Tokyo merupakan kota dengan performa paling buruk, anjlok 17,9 persen. Hal ini terjadi karena faktor “Abenomics” yang merupakan kebijakan moneter terbaru dari Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Namun begitu, kebijakan ini perlahan telah memperkuat sentimen bisnis seiring permintaan properti mewah. Kota New York juga mengalami kinerja yang terus menurun hingga 9,9 persen. (
WPC).
[
sumber]