Trik Pura-pura "Gepeng" agar Dikasihani — Memasuki bulan puasa, biasanya gelandangan dan pengemis (gepeng) menyerbu Jakarta. Jangan cepat merasa kasihan sebab kemungkinan mereka hanya berpura-pura.
Suku Dinas Sosial Kota Administratif Jakarta Selatan melakukan pengintaian bagaimana para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) itu beraksi di jalanan. Kebanyakan dari mereka hanya berpura-pura.
"Di daerah TB Simatupang, itu biasanya mereka yang mengemis dengan modus pura-pura buta. Nah, waktu itu kebetulan tiba-tiba turun hujan, lama-kelamaan deras. Pengemis tahu-tahu lari kocar-kacir nyari tempat neduh," kata Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan Miftahul Huda dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/6/2013).
Ada juga seorang pengemis ibu-ibu meninggalkan begitu saja anaknya ketika ada razia. "Begitu kita gendong bayinya buat dibawa ke panti, itu ibunya malah kabur
ninggalin bayinya. Kalau anak kandung, ya enggak mungkin toh ditinggalin gitu aja sama orangtuanya," ungkap Miftahul.
Tidak sedikit khalayak menemukan beberapa pengemis yang biasa beraksi dengan menggunakan bayi sebagai obyek. Hal tersebut agar menggugah rasa empati kepada pengendara di jalan, terlepas bayi tersebut anak kandung atau bahkan hanya bayi sewaan.
Namun, tidak jarang juga para pengemis yang membawa bayi saat diciduk meronta-ronta dan mati-matian menjaga bayinya. "Kalau yang seperti itu modus saja buat narik perhatian masyarakat biar kasihan. Ujung-ujungnya ya petugas yang dicaci maki," ujar Miftahul.
Trik lainnya salah satunya berpura-pura hamil. Wanita-wanita itu menggunakan bantal di balik baju hamilnya. Cara ini dilakukan agar mereka seolah-olah terlihat hamil. Ketika berhasil dijaring, petugas menemukan sebuah bantal di balik baju si pengemis hamil-hamilan ini.
"Sewaktu akan kita razia, itu PMKS hamil-hamilan larinya kenceng banget. Logikanya apa iya perempuan yang tengah hamil besar seperti itu bisa lari dengan cepat," ujar Miftahul.
Sementara gepeng waria yang tertangkap, biasanya melakukan perlawanan dan nekat lompat dari dalam mobil petugas. Dalam kegiatan razia waria, dibutuhkan jumlah personel yang tidak sedikit. Pasalnya, dibutuhkan sekitar enam personel untuk membawa paksa waria masuk ke dalam mobil petugas.
"Kita pernah razia satu waria. Itu tenaganya gede bener. Enam petugas kita sampai kewalahan. Udah sekitar 15 menitan akhirnya itu waria bisa masuk ke mobil. Kemudian petugas berhenti lagi di satu tempat buat merazia gelandang lainnya. Nah, pas petugas mau memasukkan itu gelandang ke dalam mobil, si waria langsung lompat keluar dorong petugas sampai jatuh," cerita Miftahul.
Ada lagi cerita saat merazia pengemis bertangan buntung sebelah. Namun, saat sempat diamati, secara tiba-tiba, pengemis itu mengeluarkan tangan buntungnya untuk memberi bogem mentah kepada orang.
"Kita
perhatiin dari jauh. Jadi, sepertinya itu pengemis sedang adu mulut sama rekannya. Setelah beberapa lama adu mulut, tiba-tiba tangan kanannya yang tadi terlihat buntung, tiba-tiba keluar dan ninju orang di depannya. Setelah diperiksa, ya itu tangannya dilipet terus diikat pake tali yang dililit ke perut. Buat ganjel biar enggak jatuh-jatuh tangannya," ungkap Miftahul.
Terakhir adalah merazia anak punk. Petugas Sudin Sosial Jaksel hampir pingsan ketika berada satu mobil dengan anak punk yang terjaring karena bau badan mereka.
"Karena mereka itu kan komunitas anti-kemapanan, segala tindak-tanduknya bebas tanpa aturan, termasuk mandi itu mereka jarang, bukan gaya mereka yang harus setiap hari mandi. Mereka juga minum-minum,
nyimeng, lalu ditambah enggak mandi," ujar Miftahul.
Sejumlah kawasan yang rawan akan PMKS di Jakarta Selatan antara lain di perempatan tak jauh dari RS Fatmawati, perempatan Mampang Prapatan, Bintaro, Blok M, sekitar Perguruan Al Azhar di Jalan Sisingamangaraja, Tugu Dirgantara Pancoran, Patung Pemuda Senayan, dan di sekitar Mabes Polri.
[
sumber]